Rabu, 30 Maret 2011

bulu babi



Sebagai dampak semakin berkurangnya hasil tangkapan bulu babi, ketertarikan untuk membudidayakan hewan ini makin meningkat. Produksi massal benih S. intermedius, S. nudus, T. gratilla, dan L. albus telah berhasil dilakukan. Penebaran benih ealam dilakukan di jepang dan di china telah dilakukan budidaya bulu babi sistem rakit. Pakan buatan juga telah dikembangkan untuk mendukung perkembangan somatik dan gonad. Budidaya memilki potensi memproduksi bulu babi untuk konsumsi manusia dan bulu babi juga dikembangkan sebagai model dalam penelitian perkembangan biologi. Siklus hidup Lytechinus variegatus (dewasa sampai metamoporsis larva) telah berhasil dilakuan di kondisi lingkungan buatan.
Dari berbagai jenis bulu babi hanya beberapa diantaranya yang dapat dikonsumsi manusia secara umum termasuk ordo echinoid dan yang tidak dapat dikonsumsi umunnya dari taxa cidaroid. Ada beberpa alasan mengapa bulu babi dapat dikonsumsi. Pertama aksesbilitas, semua spesies yang dimakan dapat ditemukan di perairan pantai yang dangkal. Kedua Palatabilitas, Tetrapygus niger banyak dijumpai di pantai chili namun tidak dikonsumsi karena rasanya tidak enak. Arbacia lixula hanya dimakan disepanjang pantai Albania Mediterania karena rasanya yang tidak enak. Gonad Hemicentrotus pulcherrimu yang belum matang merupakan makanan yang enak di jepang namun gonad yang sudah matang rasanya pahit sehingga tidak digemari. Begitu juga dengan Diadema setosun dimakan di beberapa wilayah di pulau Kyusu jepang namun rasanya tidak enak. Ketiga adalah budaya, Bulu babi dikonsumsi di beberapa negara mediterania. Konsumsi tinggi di Francis tapi sangat sedikit di Afrika utara. Pengaruh sejarah yunani terlihat oleh penggunaan ritza yunani pada bulu babi yang dikumpulkan untuk dimakan.

0 komentar:

Posting Komentar